"Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan PEMAHAMAN AGAMA kepadanya.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Selasa, 29 Mei 2012

MANA YANG PANTAS DIMALUKAN ?

 

Mana yang pantas dimalukan ?
◆ Malu karena berbaju kurung, berpakaian muslimah,
Atau malu berpakaian tidak menutup aurat ?

◆ Malu karena tiada kekasih,
Atau malu ke hulu kehilir dengan yang tidak halal untukmu?

◆ Malu karena dikatakan alim,
Atau malu kerana dikatakan buruk ?

◆ Malu karena dikatakan kuno disebabkan mengikut syariat Islam,
Atau malu kerana dikatakan lupa agama Allah ?

◆ Malu karena menasihati ke arah kebaikan,
Atau malu mengajak kearah kemungkaran ?

◆ Malu karena melakukan apa yang manusia tidak suka,
Atau malu melakukan apa yang Allah tidak suka ?

>>> MALU itu perlu..tetapi tempatkan malu itu DITEMPAT YANG SEBENARNYA..malulah di hadapan Allah andai kita TIDAK MELAKSANAKAN apa yang diperintahNya, sedangkan kita MENIKMATI segala pemberianNya..jadilah kita hambaNya yang tahu BERSYUKUR, insyaAllah..
Semangatt!!!! 
By Syiar ASH-HABUL KAHFI

Sabtu, 26 Mei 2012

Yuk Menulis : Multi Level Marketing Dakwah

Ketika berada di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS, sangat pekat rasanya iklim dunia persaingan pendidikan. Bahkan di sini menulis Program Kreativitas Mahasiswa ato yang lebih populer disebut dengan PKM sangat diperhatikan baik dalam bidang PKM-GT, PKM-K, PKM-P. Tradisi itu sangatlah baik karena dapat menumbuh kembangkan kreativitas mahasiswa. Tapi kalau kita tengok tentang nulis artikel yang bertemakan islam, sangatlah jarang kita temukan di jurusan ini. Padahal jika ingin pahala berlipat bak multi level marketing, kamu menulis tentang artikel ringan mengenai fiqh, tauhid dll pokoknya islam deh. kamu dapatkan pahala sama besar pahala orang yang diajar dan mengamalkan ilmu yang diajarkan. and pahalanya juga mengalir terus menerus. jadi kamu dapatkan pahala sampai hari kiamat. biarpun kamu sudah meninggal tapi masih bertambah terus pahalamu. kayak pensiunan saja. coba kita lihat dalilnya, check it out:
a. Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihim bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya : ِBarang siapa menunjukkan suatu kebaikan maka ia mendapat pahala sebesar pahala orang yang mengerjakannya. (Hr. Muslim)
b. Dari Jarir Ibnu Abdullah ra, Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ
Artinya : Barang siapa membuat sunnah (kebiasaan) yang baik dalam ajaran Islam maka baginya pahala (sebesar) pahala orang yang melakukan kebaikan tersebut sepeninggalnya, tanpa ada yang dikurangi dari pahala mereka (yang mengerjakannya) sedikitpun. (Hr. Muslim).
Misalnya saja, kamu menyumbang tulisan di blog orang, lalu dibaca dan dilihat orang lain truz mereka tertarik menyumbang juga maka kamu mendapat pahala sebesar pahala dari sumbangan mereka. tapi kamu niatnya yang ikhlas. karena didepan orang banyak, rawan riya’. makanya kamu harus hati-hati. misalnya lagi, kamu shalat sunnat lalu orang lain juga terpancing shalat sunnat, kamu dapat pahala 2 kali hahaha...ato yang enak nikah kamu nikah lalu orang lain juga terpancing nikah dengan sesama muslim karena agamanya, kamu dapat pahala 2 kali banyak dehhh....
c. Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
َ مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِل
Artinya : Barang siapa yang mengajarkan ilmu maka baginya pahala (sebesar pahala) orang yang mengerjakan amalan (dari ilmu tersebut) tanpa mengurangi pahala orang yang mengerjakannya. (Hr. Ibnu Majah dan di hasankan oleh Albani)
c. Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
َ مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِل
Artinya : Barang siapa yang mengajarkan ilmu maka baginya pahala (sebesar pahala) orang yang mengerjakan amalan (dari ilmu tersebut) tanpa mengurangi pahala orang yang mengerjakannya. (Hr. Ibnu Majah dan di hasankan oleh Albani)
d. Penduduk langit dan bumi mendo’akan para pengajar kebaikan.
Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ان الله وملا ئكته واهل السموات والارضين حتى النملة فى جحر ها وحتى الحوت
ليصلون على معلم الناس خيرا(رواه الترهذى)
Artinya : Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua penduduk langit dan bumi hingga semut yang ada di dalam lobangnya serta ikan-ikan selalu mendoakan guru-guru yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. (Hr. At Tirmidzi dan dianggap shohih oleh Albani)
Yang satu ini amat istimewa. Mau tidak di doakan oleh malaikat, semut dll?. Tentu mau, makanya berdakwah atau mengajari kebaikan kepada orang lain sekarang juga. Nggak susah kan? Umpama kamu mengajar cara wudhu, sholat, puasa buat teman,  mengajar bacaan- bacaan shalat shobat muda kamu, dsb. 
Sungguh banyak imbalan hadiah yang akan kita terima di akhirat kelak jika kita ikhlas Insya Allah, amin... 
Marilah kita hidupkan atmosfir menulis di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi :)
Dipersembahkan oleh Gerakan Yuk Menulis from ASH-HABUL KAHFI (Mukhamad Aziz) [].

Gerakan, Yuk menulis

Pertanyaan yang kerap muncul dari benak kita saat hendak menulis, “Topik apa ya yang cocok?” Tolong, pertanyaan seperti itu jangan dijadikan beban. Anggap saja sebagai hal biasa. Apa yang enak dibahas dalam buku harian? Hmm… yang enak untuk dibahas adalah hal-hal umum yang berkesan dan menarik. Bisa menyedihkan, bisa pula yang menggembirakan. Seperti apa sih? Pengalaman pertama masuk sekolah, pengalaman berkenalan pertama kali dengan teman di sekolah, hari pertama masuk kerja, mendapat uang gaji pertama kali, bertemu sang kekasih hati, pengalaman saat melamar, pengalaman ketika menikah, dan lain sebagainya. Pokoknya, segala hal yang seru dan menarik. Semua itu bisa membuat kita betah menuliskannya berlembar-lembar. Asyik. Termasuk, yang enak dibicarakan adalah hal yang baru. Misalnya punya mobil baru, punya teman baru, punya rumah baru, dan segala hal yang baru-baru deh. Topik seperti itu ditanggung antimanyun. Pas banget untuk dituangkan di buku harian.

Kebiasaan untuk menuliskan sesuatu yang baru perlu dijaga. Bukan apa-apa, kalo kamu menulis buku harian, tapi masalah dan kata-kata serta kalimatnya sering diulang-ulang, nggak bakalan gereget lagi untuk dibaca. Bahkan sangat boleh jadi menulis buku harian nggak ada bedanya dengan mengerjakan PR menulis halus. Suer. Jadi gali terus, cari terus masalah baru. Supaya kamu kreatif. Siapa tahu nantinya memang kamu jadi wartawan. Wartawan kadang harus ‘nakal’. Misalnya, ketika mewawancarai narasumber, kudu berani menanyakan sesuatu yang barangkali ‘tabu’ untuk ditanyakan. Seperti jika narasumbernya sebagai polisi, kita tanyakan, ‘apakah ada keterlibatan aparat dalam aksi kejahatan ini?” Tujuannya, ada bahan berita baru yang bisa ditulis. Biar nggak monoton. Siapa tahu Pak Polisi itu keceplosan ngomong dan mengeluarkan pernyataan ‘of the record’. Bisa jadi kan? Meskipun nantinya nggak ditulis di media kita, tapi kita punya peluru baru untuk mengutak-atik arah kasus itu.

Buat kamu yang mau nyari topik, nggak usah sulit-sulit mikirin yang jauh-jauh. Coba cari yang dekat dengan kita deh. Tanya teman kanan-kiri, nguping dari sana-sini. Atau bisa juga baca koran pagi ini, cari berita yang menarik. Setelah dapat, kamu bisa menulis ulang dengan sudut pandang kamu. Misalnya, judul yang kamu ambil adalah "Perihal Tauhid". Kamu mulai dari opening lalu kamu bawa arahnya ke mana, kamu bisa bikin ulang dengan pengembangan yang kamu suka, dengan cara kamu sendiri tetapi harus tetap tidak boleh keluar dari batas-batas syar'i, bener ngggak? . Anggap saja misalnya dirimu sebagai penulis kelas nasional. Sebagai latihan aja kan? Mungkin kok. Coba deh!

Untuk menulis artikel, cari saja topik yang ‘menggigit’. Itu terserah kamu sih. Misalnya kamu bikin tulisan dengan topik fiqh, tauhid ato aqidah. Kamu cari segala masalah & solusi yang berhubungan dengan itu dan cepetan tulis aja. Resepnya, cari topik-topik yang mudah aja dan dekat dengan keseharian kita. Kalo mau ‘jauh-jauh’ juga boleh, nanti kamu bisa 

Suer. Yang penting, kamu mau menuliskannya. Jangan sampe kamu ngomong, “isinya sudah tahu, judulnya sudah siap, bahan-bahannya sudah lengkap, arah tulisannya sudah dibuat, sekarang tinggal nulis aja.” Wah, itu justru bermasalah. Padahal, cepet aja langsung tulis.
Pengalaman saya, jika sudah mendapatkan topik yang menarik, segera langsung mencari data tentang segala hal yang berkaitan dengan topik tersebut. Setelah dapat, saya biasanya nggak melama-lamakan, takut mood-nya untuk menulis hilang. Langsung saja saya tulis. Sebisa mungkin, sebaik mungkin. Sebab, percuma aja kalo semua bahan udah dikumpulkan, tapi kamu masih diam aja. Sekarang, yang dibutuhkan adalah konsentrasimu untuk segera menulis. Jadi, tunggu apalagi, segera tulis.

Alasan Kenapa Kita Untung Menulis

Kalau kamu ingin pahala berlipat bak multi level marketing, kamu menulis tentang artikel ringan mengenai fiqh, tauhid dll pokoknya islam deh. kamu dapatkan pahala sama besar pahala orang yang diajar dan mengamalkan ilmu yang diajarkan. and pahalanya juga mengalir terus menerus. jadi kamu dapatkan pahala sampai hari kiamat. biarpun kamu sudah meninggal tapi masih bertambah terus pahalamu. kayak pensiunan saja. coba kita lihat dalilnya:
a. Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihim bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya : ِBarang siapa menunjukkan suatu kebaikan maka ia mendapat pahala sebesar pahala orang yang mengerjakannya. (Hr. Muslim)
b. Dari Jarir Ibnu Abdullah ra, Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ
Artinya : Barang siapa membuat sunnah (kebiasaan) yang baik dalam ajaran Islam maka baginya pahala (sebesar) pahala orang yang melakukan kebaikan tersebut sepeninggalnya, tanpa ada yang dikurangi dari pahala mereka (yang mengerjakannya) sedikitpun. (Hr. Muslim).
Misalnya saja, kamu menyumbang tulisan di blog orang, lalu dibaca dan dilihat orang lain truz mereka tertarik menyumbang juga maka kamu mendapat pahala sebesar pahala dari sumbangan mereka. tapi kamu niatnya yang ikhlas. karena didepan orang banyak, rawan riya’. makanya kamu harus hati-hati. misalnya lagi, kamu shalat sunnat lalu orang lain juga terpancing shalat sunnat, kamu dapat pahala 2 kali hahaha...ato yang enak nikah kamu nikah lalu orang lain juga terpancing nikah dengan sesama muslim karena agamanya, kamu dapat pahala 2 kali banyak dehhh....
c. Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
َ مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِل
Artinya : Barang siapa yang mengajarkan ilmu maka baginya pahala (sebesar pahala) orang yang mengerjakan amalan (dari ilmu tersebut) tanpa mengurangi pahala orang yang mengerjakannya. (Hr. Ibnu Majah dan di hasankan oleh Albani)

Banyak untungnya kan menulis dengan pokok bahasan islam :)
Selamat mencoba GANBATE, all is well ! (Mukhamad Aziz)

Kirim tulisan antum di . insyaallah akan kami tayangkan 

Tau nggak? kalo tauhid ternyata ada 3


Check it out....Asalamualaikum wr. wb
syahadat adalah gerbang pintu utama yang hanya satu-satunya jalan untuk menjadi seorang mukmin. Tapi kebanyakan diantara manusia hanya mengetahui tauhid adalah "ya tidak menyembah selain Allah" ujar pria berambut keriting. Memang pada saat ini, banyak orang yang beragama islam tapi tidak mengetahui islam bahkan hakikat islam itu sendiri. Hakikat yang utama adalah tauhid. Berikut ini saya akan menjelaskan secara ringkas, secara khusus. Sehingga Tauhid dibagi menjadi 3 :
Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentanga dengan aqidah yang lurus.
Tauhid Uluhiyah
Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.
Tauhid inilah yang menjadi inti pembahasan dari Kitab Tauhid, oleh karena itu penulis memberikan judul “Kitab Tauhid yang merupakan hak Allah terhadap hamba-Nya”. Judul ini diambil dari perkataan Rasulullah terhadap Muadz bin Jabbal di atas keledai, “Tahukah engkau apa hak Allah terhadap hamba-Nya, dan apa hak hamba terhadap Allah ?”, Muadz bin Jabbal, “Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui”, Hak Allah kepada hambanya yaitu agar hamba beribadah mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan Allah.
Tauhid Asma Wa Sifat
Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll.
Tauhid merupakan syarat mendasr dalam beragama islam sehingga apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang imannya atau bahkan telah keluar dari Islam. Maka sewajarnya berhati-hatilah dalam amalan kita, siapa sangka ada amalan kita yang berlawanan dengan macam tiga tauhid ini. (Mukhamad Aziz) []

Makna Aqidah Dan Urgensinya Sebagai Landasan Agama


Aqidah Secara Etimologi
Aqidah berasal dari kata 'aqd yang berarti pengikatan. Kalimat "Saya ber-i'tiqad begini" maksudnya: saya mengikat hati terhadap hal tersebut.

Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan "Dia mempunyai aqidah yang benar" berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

Aqidah Secara Syara'
Yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.

Syari'at terbagi menjadi dua: i'tiqadiyah dan amaliyah.
I'tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i'tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga beri'tiqad terhadap rukun-ru­kun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama). (1)

Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal. Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far'iyah (cabang agama), karena ia di­bangun di atas i'tiqadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i'tiqadiyah.

Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala:
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan­nya." (Al-Kahfi: 110)

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu ter­masuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65)

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3)

Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam yang pertama kali adalah pelu­rusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.

Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu', ..." (An-Nahl: 36)

Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selain-Nya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85)

Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah -sesudah bi'tsah- Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da'i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada se­luruh perintah agama yang lain.

Kitab Tauhid 1
oleh: Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan
(1) Syarah Aqidah Safariniyah, I, hal. 4.

FIKIH MUAMALAT ; KHIYAR

 

1. Pengertian


Secara bahasa khiyar berarti pilihan. Dalam transaksi jual beli pihak pembeli maupun penjual memiliki pilihan untuk menentukan apakah mereka betul-betul akan membeli atau menjual, membatalkannya dan atau menentukan pilihan di antara barang yang ditawarkan. Pilihan untuk meneruskan atau membatalkan dan menjatuhkan pilihan di antara barang yang ditawarkan, jika dalam transaksi itu  ada beberapa item yang harus dipilih, dalam fikih muamalat disebut khiyar.

Suatu akad lazim[1] adalah akad yang kosong dari salah satu khiyar yang memiliki konsekuensi bahwa pihak yang menyelenggarakan transaksi dapat melanjutkan atau membatalkan kontrak. Khiyar ini penting dalam transaksi untuk menjaga kepentingan, kemaslahatan dan kerelaan kedua pihak yang melakukan kontrak serta melindungi mereka dari bahaya yang mungkin menimbulkan kerugian bagi mereka. Dengan demikian khiyar disyariatkan oleh Islam untuk memenuhi kepentingan yang timbul dari transaksi bisnis dalam kehidupan manusia. Sumber-sumber yang melandasi khiyar ada dua macam yaitu kesepakatan antara pihak yang menyelenggarakan akad seperti khiyar khiyar syarat dan ta’yin dan syara’ sendiri seperti khiyar ru’yah dan aib.

2. Macam-macam khiyar.
Khiyar itu banyak sekali macamnya. Dalam literatur fikih muamalat terdapat kurang lebih 17 (tujuh belas) macam khiyar. Namun untuk kajian kali ini kita hanya akan membahas lima macam khiyar yang penting yaitu khiyar majlis, ta’yin, syarat, aib, dan ru’yah.

2.1 Khiyar Majlis.
Yang dimaksud dengan khiyar majlis adalah hak pilih dari pihak yang melangsungkan akad untuk membatalkan (mem-fasakh) kontrak selama mereka masih berada di tempat diadakannya kontrak (majlis akad) dan belum berpisah secara fisik. Khiyar ini terbatas hanya pada akad-akad yang diselenggarakan oleh dua pihak seperti akad muawazhot[2] dan ijaroh. Madzhab yang sangat vokal membela kedudukan khiyar majlis adalah Syafi’i  dan Hambali sementara itu Maliki dan Hanafi menentang keberadaan khiyar majlis dalam akad.

Madzhab Maliki dan Hanafi berpendapat bahwa khiyar majlis ini tidak ada dasarnya dalam syariah karena bertentangan dengan nas al-Qur’an S. al-Maidah : 1 yang artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu” dan an-Nisa : 29 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”. Menurut mereka adanya ijab dan qobul dalam akad dipandang sudah memenuhi seluruh persyaratan akad berdasarkan ayat tersebut. Karena itu kedudukan khiyar majlis tidak diperlukan lagi karena ijab dan qobul sudah otomatis mengandung kerelaan dari masing-masing yang melangsungkan akad sehingga tidak perlu menunggu khiyar majlis.

Sebenarnya tidak ada pertentangan antara khiyar majlis dengan semangat ayat-ayat al-Qur’an di atas. Hal ini disebabkan karena akad yang sempurna dan memiliki kekuatan untuk dijalankan (lazim) adalah akad yang, selain sudah memenuhi segenap syarat dan rukunnya, juga tidak mengandung khiyar di dalamnya. Justru khiyar ini disyariatkan untuk menegaskan dan mengokohkan kesempurnaan “berlaku suka sama suka di antara kamu”. Madzhab Syafi’i dan Hambali berpandangan bahwa jika akad telah disepakati oleh kedua belah pihak dengan ijab dan qobul, maka kedudukan akad ini menjadi jaiz selama kedua pihak masih berada di dalam majlis akad. Pada saat itu masing-masing pihak masih memperoleh khiyar untuk menetapkan apakah transaksi dibatalkan atau terus dilanjutkan. Untuk menentukan bagaimana hakekat perpisahan yang mengandung konsekuensi keluar dari majlis akad dan khiyar majlis telah dilampaui sehingga transaksi secara hukum syara’ telah dinilai berlangsung, diserahkan kepada urf atau kebiasaan yang berlaku di masyarkat itu.  Khiyar majlis ini didasarkan pada hadis shohih :
البيّعـان بالخيـار ما لم يــتـفـرق أو يقـول أحـدهـمـا للا خـر : اخـتـر 
Kedua pihak (pembeli dan penjual) memiliki khiyar selama keduanya belum berpisah atau salah satu berkata kepada yang lain : Pilihlah”. Maksud “pilihlah” di sini adalah pemilihan antara apakah transaksi itu jadi dituntaskan atau dibatalkan.

2.2 Khiyar Syarat
Khiyar syarat merupakan hak dari masing-masing pihak yang menyelenggarakan akad untuk melanjutkan atau membatalkan akad dalam jangka waktu tertentu. Misalnya dalam suatu transaksi jual beli seorang pembeli berkata kepada penjual : Aku membeli barang ini dari kamu dengan syarat aku diberi khiyar selama sehari atau tiga hari. Khiyar ini diperlukan karena si pembeli perlu waktu untuk mempertimbangkan masak-masak pembelian ini. Ia juga perlu diberikan kesempatan untuk mencari orang yang lebih ahli untuk diminta pendapatnya mengenai barang yang akan dibeli sehingga terhindar dari kerugian atau penipuan.

Khiyar syarat sama halnya dengan khiyar majlis dalam arti kata hanya berlaku bagi akad-akad lazim saja, yaitu akad yang dapat dibatalkan oleh kerelaan pihak yang menyelenggarakannya seperti jual beli, ijaroh, musaqoh, dan mudhorobah. Adapun akad yang tidak lazim seperti wakalah, wadiah, hibahdan wasiyah tidak memerlukan khiyar karena tabiatnya memang tidak membutuhkannya.

Masa tenggang khiyar syarat

Para ulama berselisih pendapat mengenai lamanya masa tenggang waktu dalam khiyar syarat. Namun umumnya mereka sepakat bahwa tenggang waktu bagi khiyar syarat harus ditentukan secara tegas dan jelas sebab kalau tidak akad terancam fasad (menurut Hanafi) dan batal menurut Syafi’iyah dan Hambaliyah. [3] Masa tenggang khiyar ini mulai berlaku sesudah akad disepakati bersama. Pada garis besarnya perbedaan mereka mengenai lamanya masa tenggang ini dapat dikelompokkan kepada tiga macam.
  1. Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat masanya tidak boleh lebih dari tiga hari karena hadis yang menetapkan khiyar ini menyebutkan masa tiga hari.
اذا بايعـت فـقـل : لا خـلا بـة و لى الخـيار ثـلا ثـة ايـام   رواه البخارى
“ Jika kamu menjual maka kataakanalah : Tidak ada kecurangan. Dan saya memiliki khiyar selama tiga hari”. H. R. Bukhori.
Menurut mereka bahwa masa tiga hari sudah dirasa cukup bagi pembeli untuk menjatuhkan pilihannya. Karena itu jika ia melanggar lebih dari tiga hari, akadnya maenjadi fasad dan batal.
  1. Madzhab Hambali dan sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa waktu tenggang bagi khiyar syarat ini tidak harus merujuk kepada hadis tersebut melainkan kepada kesepakatan pihak-pihak yang melakukan transaksi meskipun pada akhirnya harus melebihi dari tiga hari. Hal ini disebabkan karena khiyar syarat ditetapkan oleh syara’ untuk memudahkan transaksi dan bermusyawarah. Masa tiga hari kadang-kadang tidak cukup untuk mengambil keputusan yang bijak. Meskipun dalam hadis tersebut dinyatakan tiga hari dan itu dianggap cukup, namun bagi orang-orang tertentu tiga hari belum tentu cukup. Karena itu persoalan lamanya tenggang ini diserahkan kepada pihak yang melangsungkan transaksi.
  2. Madzhab Maliki berpendapat bahwa tenggang masa khiyar syarat ditentukan oleh keadaan kebutuhan di lapangan dan ini akan berbeda-beda tergantung kepada keadaan masing-masing barang. Kalau barang yang dibeli itu mudah rusak seperti buah-buahan, masanya cuma sehari; kalau pakaian dan barang-barang tahan lama bisa mencapai tiga hari; tetapi kalau barang itu jauh dari jangkauan si pembeli, maka bisa melebihi dari tiga hari.    

2.3 Khiyar A’ib
Yang dimaksud dengan khiyar a’ib adalah hak yang ada pada pihak yang melakukan akad untuk membatalkan atau meneruskan akad bila mana ditemukan a’ib pada barang yang ditukar atau alat tukarnya (harga) yang disepakati sementara si empunya tidak tahu tentang hal itu pada saat akad berlangsung. Persoalan ini muncul bilamana barang yang ditransaksikan itu cacat atau alat penukarnya berkurang nilainya  dan itu tidak diketahui oleh si empunya. Ketetapan adanya khiyar ini dapat diketahui secara terang-terangan atau secara implisit. Dalam setiap transaksi, pihak yang terlibat secara implisit  menghendaki agar barang dan penukarnya bebas dari cacat. Hal ini masuk akal karena pertukaran itu harus dilangsungkan secara suka sama suka dan ini hanya mungkin jika barang dan penukarnya tidak mengandung cacat.

Khiyar ini berlaku pada transaksi-transaksi pada akad lazim yang mengandung kemungkinan untuk dibatalkan seperti akad jual beli, ijaroh dan lain-lain. Diceritakan bahwa suatu hari Rasulullah SAW berjalan di suatu pasar dan melewati seorang pedagang yang menjual makanan. Beliau lalu memasukkan tangannya ke dalam makanan itu dan mendapati di dalamnya basah. Seketika itu beliau berkata : “ Barang siapa curang (menipu) bukanlah dari golongan kami”. Rasulullah SAW juga bersabda :
المسـلم أخـو المسلم لا يحـل لمسـلم باع من أخـيه بيـعا و فيـه عـيب الا بينـه له  رواه ابن ماجه
“Seorang Muslim ada saudara bagi Muslim yang lain, tidak halal bagi seorang Muslim yang menjual barang dagangan kepada saudaranya, di mana di dalamnya ada cacat, melainkan ia memberitahukan kepadanya.” H.R. Ibnu Majah. 

Syarat ditetapkannya khiyar a’ib.
1.      Adanya cacat pada barang atau penukarnya sebelum akad atau sesudahnya tetapi barang belum diserahkan kepada pembeli. Jika barang itu terlanjur sudah diserahkan, maka khiyar menjadi tidak berlaku.
2.     Si pembeli tidak mengetahui adanya kecacatan itu pada saat akad dan penyerahan. Sekiranya ia tahu pada saat itu dan ia menerima penyerahan barang, maka ia dianggap telah rela terhadap barang itu dan khiyar a’ib tidak berlaku.
3.     Tidak ada persyaratan dari si pemilik tentang bebasnya barang dari cacat. Seandainya disyaratkan dalam akad, maka tidak berlaku khiyar bagi si pembeli jika ia telah membebaskan (barangnya dari cacat), berarti ia telah menghapuskan haknya sendiri.
4.     Cacat itu tidak boleh hilang sebelum dibatalkan transaksi.

Adapun waktu dimulainya khiyar a’ib adalah ketika diketahui adanya kecacatan meskipun hal itu terjadi jauh sesudah akad. Untuk mem-fasakh akad setelah terdeteksi kecacatan, para ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa pengembalian barang karena cacat boleh dilakukan belakangan dan tidak harus seketika dan sebagian yang lain mewajibkan penyegeraan pengembalian.[4]  

Dampak hukum khiyar a’ib terhadap akad adalah bahwa akad itu menjadi tidak lazim bagi pihak yang memiliki khiyar a’ib yaitu pembeli. Dalam kondisi demikian ia memiliki dua pilihan apakah ia rela dan puas terhadap barang yang akan dibeli. Kalau ia rela dan puas, maka khiyar tidak berlaku baginya dan ia harus menerima barang. Namun jika ia menolak dan mengembalikan barang kepada pemiliknya, maka akad tersebut menjadi batal atau dengan kata lain tidak ada transaksi.

Kapan khiyar a’ib tidak berlaku ?
1.      Pernyataan kerelaan terhadap barang yang cacat sesudah ia mengetahui. Ini bisa dikatakan secara terang-terangan umpamanya : Saya puas dan rela dengan barang itu. Atau secara tidak terang-terangan tetapi sikapnya menunjukkan ia rela umpamanya ia membeli baju dan memeriksanya dengan teliti lalu mendeteksi kekurangan daalam baju itu tetapi ia tetap membayar kepadaa kasir dan mau memakainya. Sikap ini dihukumi sebagai sikap rela terhadap barang yang cacat.
2.     Si pembeli sendiri mengatakan : Saya membeli barang ini tanpa menggunakan hak khiyar saya. Dengan demikian ia dihukumi telah rela dengan kondisi barang yang akan dibeli.
3.     Rusaknya barang di tangan orang yang memiliki khiyar. Umpamanya kain dibawa lalu ia datang dan kain itu telah berubah menjadi pakaian.
4.     Berubahnya keadaan barang yang ditransaksikan menjadi lebih besar atau bertambah di mana pertambahan ini bukan sifat alamiah dari barang itu melainkan karena ulah orang yang memiliki khiyar. Umpamanya si pembeli membawa kain dan ia datang kembali sementara kain sudah dibatik misalnya. Ini tidak boleh karena ada unsur riba di dalamnya.

4. Khiyar Ru’yah
Yang dimaksud dengan khiyar ru’yah adalah hak pembeli untuk melanjutkan transaksi atau membatalkannya ketika melihat (ru’yah) barang yang akan ditransaksikan. Ini terjadi manakala pada saat akad dilakukan barang yang ditransaksikan tidak ada di tempat sehingga pembeli tidak melihatnya. Jika ia telah melihatnya maka khiyar ru’yahnya menjadi hangus dan tidak berlaku.  Khiyar ru’yah, seperti halnya khiyar-khiyar yang telah dijelaskan di depan berlaku hanya pada akad lazim yang mengandung potensi untuk dibatalkan seperti jual beli barang yang sudah siaap di tempat dan ijaroh. Adapun jual beli barang yang belum siap dan hanya diberitahukan lewat ciri-ciri dan sifatnya saja seperti dalam akad salam, maka khiyar ru’yah tidak berlaku.

Para fukoha umumnya membolehkan khiyar ru’yah dalam transaksi jual beli barang yang sudah siap tetapi tidak ada di tempat (al-a’in al-ghoibah).Diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan pernah menjual sebidang tanahnya di Basrah kepada Tholhah bin Abdullah RA. Keduanya sama-sama belum melihat tanah tersebut. Dikatakan kepada Utsman:” Anda bermain curang?”. Maka ia berkata : “ Saya punya khiyar (ru’yah), karena saya menjual sesuatu yang belum saya lihat.” Lalu dikatakan kepada Tholhah:” Anda juga berlaku curang.” Maka ia menjawab : “ Saya punya khiyar (ru’yah) karena saya membeli sesuatu yang belum saya lihat.” H.R Baihaqi.[5]

Selain dari hadis di atas para ulama juga berpendapat bahwa khiyar ru’yah ini sangat diperlukan dalam berbagai transaksi bisnis. Misalnya saja, seseorang mungkin membutuhkan suatu barang yang belum ia lihat, dengan adanya khiyar ru’yah maka kasus ini dapat diselesaikan dengan mudah karena ia dapat diberi kesempatan melihat barang yang akan dibeli sehingga terhindar dari kecurangan, tipuan dan permainan yang akan merugikan dirinya.

Syarat-syarat berlakunya khiyar ru’yah.
1.      Tidak/ belum terlihatnya barang yang akan dibeli ketika akad atau sebelum akad.
2.      Barang yang diakadkan harus berupa barang konkrit seperti tanah, kendaraan, rumah dan lain-lain.
3.      Jenis akad ini harus dari akad-akad yang tabiatnya dapat menerima pembatalan seperti jual beli dan ijarah. Bila tidak bersifat menerima pembatalan maka khiyar ini tidak berlaku seperti kawin dan khulu’ tidak berlaku khiyar ru’yah di dalamnya.

5.      Khiyar Ta’yin
Yang dimaksud dengan khiyar ta’yin adalah hak yang dimiliki oleh orang yang menyelenggarakan akad (terutama pembeli) untuk menjatuhkan pilihan di antara tiga sifat barang yang ditransaksikan. Biasanya barang yang dijual memiliki tiga kualitas yaitu biasa, menengah dan istimewa. Pembeli diberikan hak pilih (ta’yin) untuk mendapatkan barang yang terbaik menurut penilaiannya sendiri tanpa menadapatkan tekanan dari manapun juga. Khiyar inipun hanya berlaku bagi akad-akad muawazhat yaitu akad-akad yang mengandung tukar balik seperti macam-macam jual beli dan hibah.

Tidak semua fukoha sepakat dengan khiyar ini karena menurut mereka wujud khiyar ini mengindikasikan adanya ketidakjelasan dalam barang yang ditransaksikan. Padahal dalam persyaratan akad, barang yang akan dijual harus jelas dan terang. Karena itu dibolehkannya khiyar ta’yin dalam akad seolah-olah bertetangan dengan persyaratan akad.[6]  Sementara itu Abu Hanifah (Imam Hanafi) dan kedua sahabatnya (Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad) membolehkan khiyar ta’yin secara istihsan karena hal ini sangat diperlukan dalam kehidupan bisnis. Misalnya ada orang yang mau membeli suatu barang yang ia butuhkan, tetapi ia tidak mengetahui banyak tentang kegunaan secara optimal, kualitas, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan manfaat dan kualitasnya. Untuk itu ia perlu konsultasi dengan orang lain yang lebih ahli dalam bidang itu sehingga dapat memilih secara bijak dan tepat.

Syarat-syarat khiyar ta’yin
1.      Biasanya kualitas suatu barang itu dari biasa, menengah dan istimewa. Karena itu khiyar dibatasi hanya pada tiga klasifikasi di atas. Lebih dari itu tidak diperlukan lagi khiyar.
2.      Adanya kualitas dan jenis barang atau harganya bertingkat-tingkat.
3.      Masa khiyar ta’yin harus tertentu dan dijelaskan, misalnya 3 hari.
Jika pembeli sudah menjatuhkan pilihannya pada salah satu jenis barang yang ditawarkan, maka akad sudah jadi dan kepindahan kepemilikan telah berlaku.

                                                                                 Oleh : Ikhwan Abidin Basri, MA











[1] Akad lazim adalah akad yang sudah diselenggarakan dengan sempurna secara syar’i. Ia telah memenuhi segenap rukun dan persyaratannya sehingga kedua belah pihak yang bertransaksi tidak memiliki hak untuk melakukan pembatalan kecuali dengan kerelaan pihak lainnya.   
[2] Akad muawazhot adalah akad yang melibatkan saling mengganti antara pihak yang menyelenggarakannya seperti segala bentuk jual beli di mana si pembeli memberikan sejumlah uang kepada si penjual dan si penjual memberikan barang yang dibeli kepada pembeli.
[3] Pengertian fasad dan batal dapat ditelusuri pada modul-modul yang telah diberikan sebelumnya.
[4] Madzhab Hanafi dan Hambali mengatakan tidak harus mensegerakan pengembalian barang sesudah diketahui adanya cacat, sementara madzhab Maliki dan Syafi’i mewajibkan untuk mensegerakannya.
[5] Peristiwa ini terjadi di zaman sahabat dan disaksikan oleh mereka; tak seorangpun dari mereka yang menolak atau mengingkarinya. Dengan demikian landasan syariah bagi khiyar ini kuat ditinjau dari riwayat yang ada.
[6] Fukoha yang menentang khiyar ta’yin antara lain Syafi’i, Ahmad dan Zufar dari kalangan Hanafiyah.

Baru Ujian? Belum Indikasi Kesuksesan

         Mempunyai jabatan tinggi, istri cantik, mobil mewah, rumah istana atau menjadi artis ato model adalah sederetan anggapan orang yang telah mencapai kesuksesan. Banyak manusia menilai, bahwa kekuasaan, jabatan, kekayaan maupun popularitas itu adalah ciri dari indikasi pencapaian kesuksesan. Padahal, hakikatnya pemberian itu baru sebatas ujian, belum menunjukan indikasi hasil. Hal ini serupa dengan seorang mahasiswa yang disodori soal kuis untuk dikerjakan, tergantung bagaimana ia mengerjakannya, apakah ia nyontek atau ngerpek atau gak bisa ngerjain itu adalah ujian. Jika ia berhasil menjawab kuis dengan benar (tanpa nyontek lho :), itu baru kemudian ia bisa dinilai sukses. Ataukah gagal dalam mengerjakan karena nyontek, ngerpek maupun gak bisa ngerjain. Maka alangkah aneh, jika ada mahasiswa telah mengklaim atau diklaim telah sukses sementara belum terbukti bagaimana ia menjawab kuis yang diajukan.
          Memang, menghadapi hidup dengan berbagai corak dan warna adalah ujian. Ujian kenikmatan memang selalu terlihat enak, tapi ini tidak berarti ringan bila dilihat dari hasil yang diinginkan. Bahkan dari penelitian banyak diantara manusia yang lulus ujian kesabaran saat ditimpa kesulitan dari pada saat diberikan urusan kemudahan dan kesenangan.
           Di saat kran dunia dibuka lebar-lebar, maka manusia akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya meskipun ada sesuatu yang harus dikorbankan. Persaudaraan yang dahulu terjalin erat kini harus rusak berantakan karena ambisi kebendaan. Sikap saling cinta dan benci yang dahulu diukur dengan agama, sekarang sudah terbalik timbangannya. Karena dunia mereka menjalin persaudaraan. Karenanya pula mereka melontarkan kebencian. Dengan ini mereka tega memutuskan tali kekerabatan, mengalirkan darah, dan melakukan beragam kemaksiatan. Seperti inilah bila kemewahan dunia menjadi puncak tujuan seseorang. Rasulullah n bersabda:
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُم
“Bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas kalian. Tetapi aku khawatir akan dibuka lebar (pintu) dunia kepada kalian, seperti telah dibuka lebar kepada orang sebelum kalian. Nanti kalian akan saling bersaing untuk mendapatkannya sebagaimana mereka telah bersaing untuknya. Nantinya (kemewahan) dunia akan membinasakan kalian seperti telah membinasakan mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Seseorang Akan Ditanya Tentang Nikmat
Nikmat bukan pemberian cuma-cuma yang kita bebas mempergunakannya semau kita. Bahkan ia merupakan amanah sunnah yang kita akan dimintai pertanggungjawabannya. Allah berfirman:
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” Ibnu ‘Abbas c menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nikmat di sini adalah sehatnya badan, pendengaran, dan penglihatan. Allah  menanyai hamba-hamba-Nya tentang nikmat tersebut, pada apa mereka pergunakan. Allah  menanyai mereka padahal Allah l lebih tahu tentangnya daripada mereka. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa ayat tadi adalah berita dari Allah bahwa seluruh nikmat akan ditanya oleh-Nya. Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah akan menanyai semua hamba-Nya tentang apa yang Allah telah titipkan kepada mereka berupa nikmat dan hak-Nya.” (lihat Tafsir Al-Qasimi, 7/379)
Nabi bersabda:
لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أفنَاهُ؟ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ؟ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ؟ وَمَا ذَا عَمِلَ فِيمَ عَلِمَ؟
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) dari sisi Rabbnya di hari kiamat hingga ditanya tentang lima hal. Tentang umurnya untuk apa ia gunakan, tentang masa mudanya pada apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan pada apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari ilmunya?” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2417, cet. Al-Ma’arif)

Maka sikap yang paling baik dan bijak merespon ujian kenikmatan adalah dengan berkata " ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau aku mengingkari akan nikmat-Nya" (Mukhamad Aziz) []

Jumat, 25 Mei 2012

RINGKASAN MAJMU' FATAWA IBNU TAIMIYYAH

(TAFSIR SURAT AL FATIHAH – AL AN'AM)

v  Manakah yang lebih afdhal, memperpanjang ruku' dan sujud atau memperlama berdiri dalam shalat?
Keduanya sama-sama afdhal, karena ketika berdiri seseorang membaca dzikir terbaik (membaca al-Qur'an) sedangkan sujud adalah amalan yang utama (karena ketika itu jarak hamba dengan Allah sangat dekat).
Jika Rasulullah memperlama berdiri maka beliau juga akan memperlama ruku' dan sujud.
v  Atsar dari Hasan al-Bashary yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah menyebutkan bahwa Allah menurunkan 104 kitab, ilmu 104 kitab tersebut terkumpul dalam 4 kitab (Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur'an), ilmu 4 kitab tersebut terkumpul dalam al-Qur'an, ilmu al-Qur'an terkumpul dalam ayat-ayat mufashshal, ilmu ayat-ayat mufashshal terkumpul dalam surat al-Fatihah, dan ilmu surat al-Fatihah terkumpul dalam 2 kalimat, yaitu kalimat إياك نعبد وإياك نستعين.
v  Makna lafadz الله  dan lafadz رب dalam kalimat الحمد لله رب العالمين :
الله  = Dzat yang paling berhak untuk diibadahi
رب = Pencipta, pemberi rizki, pengatur, dll à Nama-nama yang paling berhak untuk dimintai pertolongan.
v  Perkataan sahabat à وإن يكن خطأ فمني ومن الشيطان
Karena seluruh perbuatan terlarang (kufur, fusuq dan maksiat) adalah penamaan perbuatan yang dilakukan oleh hamba disebabkan kebodohannya atau kebutuhannya. Contoh yang disebabkan karena kebutuhannya adalah membunuh dan berzina.
v  Pokok perbuatan dosa adalah meninggalkan kewajiban, bukan melakukan larangan, karena melakukan larangan terjadi akibat meninggalkan kewajiban. Maka, pokok dosa adalah meninggalkan kewajiban, sebagaimana pokok sakit adalah tidak adanya kesehatan.
v  Abu Zaid mengatakan bahwa permohonan hamba kepada hamba ibarat permintaan tolong orang yang tenggelam kepada orang yang tenggelam. Sedangkan Abu Abdullah al-Qursy mengatakan, ibarat permohonan orang yang dipenjara kepada orang yang dipenjara.
v  Mengapa Allah berfirman ما ننسخ من أية أو ننسها, padahal Allah tidak memiliki sifat lupa?
Ada 2 cara membacanya :
1.      نُـنْـسِهَا  = Kami menjadikanmu lupa terhadap ayat yang Kami turunkan
2.      نَـنْـسأهَا  = Kami akhirkan turunnya ayat.
Lupa dalam ayat tersebut tidak dinisbatkan kepada Allah, melainkan kepada hamba.
v  Maksud qishash dalam ayat كتب عليكم القصاص في القتلى :
-          al-qishah adalah diyat (denda). Karena pada masa Bani Israil, qishash telah disyari'atkan tetapi belum ada diyat, maka Allah mensyari'atkannya untuk umat ini (riwayat Ibnu Abbas).
فمن عفي له من أخيه à memaafkannya adalah dengan menerima diyat.
Tentang الحر بالحر والعبد بالعبد والأنثى بالأنثى Qatadah berkata : Pada zaman jahiliyah, orang-orang sudah melampaui batas (tidak wajar), jika ada budak suatu kaum membunuh orang merdeka dari kaum lain, maka mereka tidak mau mengqishash budak tersebut akan tetapi mereka meminta ganti orang yang merdeka untuk mereka qishash. Hal ini untuk menjaga gengsi mereka. Dan jika ada wanita membunuh wanita, mereka tidak akan mengqishash wanita tersebut, tetapi yang diqishash adalah orang laki-laki sebagai ganti dari wanita pembunuh tersebut.
-          Jika ada dua orang yang saling menyerang disebabkan ashabiyah (fanatik golongan), maka golongannya akan membunuh siapa saja dari musuhnya (baik yang merdeka, budak maupun wanita). Maka Allah memerintahkan untuk berlaku adil antara 2 kelompok tersebut, yaitu mengqishash diyat orang merdeka dengan orang merdeka pula.
Kesalahan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang prajurit dalam sebuah pasukan, diyatnya ditanggung oleh semua prajurit dalam pasukan tersebut, karena dalam hal ghanimah juga berlaku demikian (jika prajurit mendapat ghanimah harus diserahkan kepada pasukan dan dibagi).
v  Allah berfirman ولا تنكحوا المشركات, tetapi Allah membolehkan seorang muslim menikahi wanita ahli kitab. Apakah ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) tidak termasuk orang musyrik, padahal mereka menyembah nabi Isa as?
-          Pada dasarnya ahlu kitab tidak termasuk musyrik, dasarnya adalah firman Allah إن الذين أمنوا والذين هادوا والنصارى.... Jika ada orang yang mengatakan bahwa Allah mensifati mereka dengan syirik, sebagaimana dalam ayat اتخذوا أحبارهم ورهبانهم... , maka dijawab bahwa pada dasarnya agama mereka bukan syirik, karena ajaran mereka berasal dari nabi Isa as, dan Allah semua nabi-Nya dengan tauhid, tidak dengan kesyirikan. Akan tetapi pengikut-pengikut beliau yang membuat bid'ah kemusyrikan.
-          Yang dimaksud al-musyrikat dalam ayat ولا تنكحوا المشركات bukan ahli kitab.
-          Lafadz المشركين jika disebut sendirian (tanpa menyebutkan ahli kitab) maka ahli kitab masuk di dalamnya, dan jika disebut bersama ahli kitab maka ahli kitab tidak termasuk di dalamnya. Seperti kata fakir dan miskin.
-          Ayat ولا تنكحوا المشركات (dalam surat al-Baqarah) dinasakh dengan ayat والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب (dalam surat al-Maidah), karena surat al-Baqarah diturunkan sebelum al-Maidah.
v  Allah berfirman وإن تبدوا ما في أنفسكم أو تخفوه يحاسبكم به الله
-          Para sahabat merasa keberatan dalam mengamalkan ayat ini, sehingga turunlah 3 ayat terakhir surat al-Baqarah. Maka mayoritas ulama berpendapat bahwa 3 ayat terakhir tersebut sebagai nasikh dari ayat ini.
-          Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa ayat ini adalah haq (tetap) sedangkan yang dinasakh adalah pemahamannya, yaitu pemahaman bahwa Allah membebani seseorang dengan sesuatu yang tidak mampu dilaksanakan oleh hamba (sebagaimana perkataan para sahabat). Pemahaman tersebut dinasakh ;
وإن تبدوا ما في أنفسكم أو تخفوه  dikorelasikan dengan لايكلف الله نفسا إلا وسعها
يحاسبكم به الله  dikorelasikan dengan لها ما كسبت وعليها مااكتيبت
-          Ibnu Abbas : ayat ini (وإن تبدوا) tidak dinasakh, akan tetapi maksudnya adalah jika Allah telah mengumpulkan makhluq, maka Allah berfirman : "Akan Aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang kalian sembunyikan pada diri kalian, sesuatu yang tidak diketahui oleh malaikat-Ku". Kemudian Allah memberitahukan segala yang disembunyikan oleh orang-orang beriman lalu mengampuni mereka, inilah yang dimaksud oleh ayat يحاسبكم به الله. Kemudian Allah juga akan menampakkan kedustaan yang disembunyikan oleh ahli syirik, dan inilah yang dimaksud dalam ayat فيغفر لمن يشاء ويعذب من يشاء.
-          Ibnu Abbas juga menjelaskan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan kitmanu syahadah (penyembunyian persaksian). Termasuk di dalamnya adalah menyembunyikan aib pada sesuatu yang wajib menampakkan aib tersebut, dan menyembunyikan ilmu pada saat ilmu itu wajib disampaikan.
v  Tentang do'a yang disebutkan pada akhir surat al-Baqarah
$oY­u Ÿw !$tRõÏ{#xsè? bÎ) !$uZŠÅ¡®S ÷rr& $tRù'sÜ÷zr& 4 ÇËÑÏÈ
Sebagian orang berkata : Yang diminta dalam do'a tersebut merupakan sesuatu yang sudah pasti terjadi (karena Rasulullah bersabda bahwa kesalahan dan kelupaan umatnya dimaafkan). Dengan demikian do'a tersebut merupakan ibadah mahdhah bukan permintaan. Lalu apa hikmahnya?
o   Perlu diketahui bahwa do'a, tawakkal dan amal shalih merupakan faktor tercapainya harapan kebaikan dunia dan akhirat.
o   Perintah dan larangan Allah pasti mengandung hikmah, maka tidak mungkin ada ibadah mahdhah yang tidak ada hikmahnya (termasuk do'a terhadap sesuatu yang sudah ada ketentuannya).
o   Perhatikan perintah Allah kepada nabi Ibrahim untuk membunuh anaknya. Beliau tidak mengetahui manfaat dari perintah tersebut, tetapi karena itu merupakan perintah Allah beliau tetap mengerjakannya, ternyata hikmah dapat diketahui setelah perintah tersebut dilaksanakan.
o   Perhatikan pula kisah pasukan Thalut yang dilarang meminum air sungai, padahal mereka sedang kehausan sementara air segar mengalir di depan mereka. Hikmah pelarangan tersebut dapat diambil setelah mereka meneruskan perjalanan.
o   Ketika Allah menentukan suatu perkara (kejadian) maka Allah menentukan pula faktor-faktor penyebab kejadian tersebut. Do'a termasuk salah satu faktornya. Contohnya, sebelum perang Badar, Rasulullah telah memberitahukan bahwa kaum muslimin akan mendapat pertolongan untuk mengalahkan lawannya. Hal itu dikarenakan istighatsah dan do'a beliau.

v  Kalimat do'a setelahnya
$oY­/u Ÿwur ö@ÏJóss? !$uZøŠn=tã #\ô¹Î) $yJx. ¼çmtFù=yJym n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB $uZÎ=ö6s%
o   Bani Israil dilarang memakan makanan yang thayyib dikarenakan kedhaliman dan pembangkangan mereka. Akan tetapi syari'at tersebut tidak berlaku bagi umat Muhammad (hukum asal tetap berlaku, meskipun ada pembangkangan dari umat). Namun terkadang umat Muhammad bisa dihukum dengan tahrimu thayyibat dalam bentuk : tidak mendapatkan makanan, rusaknya tanaman, atau tidak merasakan kenikmatan dalam makanan, pakaian dan istri, padahal dahulu mereka menikmatinya.
o   Bodoh terhadap ilmu juga bisa menjadi penghalang dari yang thayyib. Contoh, tidak mengqashar shalat ketika safar atau tetap shaum ketika safar padahal safarnya berat. Hal ini sebagai hukuman bagi orang yang tidak mengetahui ilmunya atau bagi yang tidak taat terhadap ketentuan syar'i.
v  Kalimat do'a setelahnya
4 $uZ­/u Ÿwur $oYù=ÏdJysè? $tB Ÿw sps%$sÛ $oYs9 ¾ÏmÎ/ (
o   Beban tersebut bersifat qadary bukan beban yang bersifat taklif syar'i. Maksudnya, jangan Engkau uji kami dengan ujian yang tidak mampu kami tanggung, sebagaimana banyak orang yang diuji dengan kefakiran, sakit dan ketakutan yang tidak mereka tanggung, dan semua itu terjadi akibat kesalahan dan dosa yang mereka lakukan.
o   Semua dosa berakibat buruk, dan masalah ini banyak ayat yang menerangkannya. Sebagai contoh :
Sengaja melihat maksiat à membekas di hati à keinginan menggebu.
                                                (Salah satu bentuk hukuman)       (bentuk hukuman juga)
Selanjutnya, jika keinginannya tercapai maka dia tidak mau terpisah darinya, dan jika keinginan tidak tercapai maka dia didera kesedihan an kesusahan. Keduanya adalah sebagai bentuk siksaan.
o   Dosa dapat menjadi penyebab terhalangnya ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat menjadi penyebab hilangnya ilmu yang telah dipelajari.
o   Majlis dzikir (ilmu) merupakan riyadhul jannah (taman surga).
o   Aliran Bathiniyah meyakini bahwa yang dimaksud jannah adalah kelezatan ilmu dan akhlaq mulia dalam jiwa seseorang, dan neraka menurut mereka adalah penyakit kebodohan dan akhlaq tercela dalam jiwa seseorang. Maka mereka menyatakan bahwa hakikat keberadaan nabi Adam di jannah adalah jannatul ilmi, kemudian diturunkan ke bumi maksudnya derajat keilmuannya diturunkan.
o   Perkataan mereka tersebut merupakan kebohongan, karena banyak ayat yang menjelaskan bahwa kisah tersebut adalah haq, suatu kebenaran yang hakiki. Dan barangsiapa yang mendustakan kebenaran maka akan dihukum dengan tertutupnya hati, sehingga tidak dapat memahami ilmu atau tidak bisa mengerti maksud dari ilmu tersebut.
v  Tentang firman Allah
yÎgx© ª!$# ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#qä9'ré&ur ÉOù=Ïèø9$# $JJͬ!$s% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ 4 Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd âƒÍyêø9$# ÞOŠÅ6yÛø9$# ÇÊÑÈ ¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3
o   Beberapa pendapat tentang makna Îgx©:
1.      Memutuskan (حكم وقضى) : Mujahid, al-Farra', dan Abu Ubaidah.
2.      Menjelaskan (بين)                 : Tsa'labah dan az-Zujaj
3.      Memberitahukan (أعلم)    
4.      Syahadah Allah adalah pemberitahuan (الإخبار والإعلام), sedangkan syahadah malaikat dan orang mukmin adalah pengakuan (الإقرار).
Ibnu Taimiyyah mengkompromikan semua makna syahadah diatas.
* (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà­ ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr&
o   Syahadah terhadap diri sendiri adalah ikrar (pengakuan). Dari ayat diatas, syahadah ada dua, yaitu :
1. Pengakuan tentang sesuatu yang dialami diri sendiri.
2. Pengakuan tentang sesuatu yang dia saksikan pada orang lain.
Banyak ayat-ayat Allah yang menyebutkan bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi kecuali hanya Dia, ini merupakan kesaksian Allah terhadap Dzat-Nya. Allah juga menjelaskan bahwa sesembahan selain Dia adalah batil, ini merupakan kesaksian Allah terhadap yang lain.
o   Persaksian dan pemberitahuan Allah bisa melalui aqwal dan af'al-Nya;
-          Melalui aqwal à dengan diutusnya rasul, diturunkannya kitab dan wahyu.
-          Melalui af'al à bukti-bukti keesaan Allah yang dapat diketahui melalui akal, meskipun tidak ada penjelasan tekstual dari Allah. Hal semacam ini sering disebut dengan syahadah, dilalah dan irsyad.


v Sebab turunnya ayat  ÅÝó¡É)ø9$$Î/ $JJͬ!$s%:
Dari Ibnu Sa'ib dikisahkan bahwa da dua pendeta Syam yang hendak mendatangi Nabi saw. Ketika sampai di Madinah, salah satu dari keduanya berkata, "Betapa miripnya kota ini dengan kota nabi yang akan diutus pada akhir zaman!". Dan tatkala bertemu dengan Rasulullah, mereka langsung mengenali beliau melalui sifat-sifat kenabian. Kemudian keduanya bertanya, "Benarkah engkau Muhammad?". Rasulullah menjawab, "Betul".
Keduanya bertanya kembali, "Engkau juga bernama Ahmad?". "Benar" Jawab beliau.
Mereka berkata, "Kami akan bertanya kepadamu tentang syahadah, jika engkau dapat memberi jawaban, maka kami akan beriman kepadamu".
Beliau menjawab, "Bertanyalah!".
Mereka bertanya, "Beritahukan kepada kami tentang syahadah yang paling agung dalam kitab Allah". Lalu turunlah ayat ini.
v ÅÝó¡É)ø9$$Î/ $JJͬ!$s% bisa dengan perkataan dan bisa juga dengan perbuatan :
-          Dengan perkataan, yaitu : berkata, memberi kabar, dan memerintahkan dengan adil. Ini adalah wujud syahadah tersebut, yaitu syahadatu 'adlin. Dan syahadah Allah ini adalah syahadah yang paling adil. Sebagaimana syirik adalah kedhaliman yang paling besar, maka syahadah juga yang paling agung.
-          Dengan perbuatan, yaitu : Allah memperlakukan makhluq dengan adil, setelah Allah bersaksi dengan firman-Nya bahwa Dia-lah yang paling adil.
Menurut al-Baghawy : ÅÝó¡É)ø9$$Î/ $JJͬ!$s% adalah mengatur makhluq dengan adil.
v âƒÍyêø9$# ÞOŠÅ6yÛø9$# uqèd à Ketetapan izzah dan hikmah Allah.
Firman Allah ini sebagai bantahan terhadap Jabariyah dan Qadariyah yang tidak mempercayai adanya hikmah. Mereka menafsirkan hikmah dengan qudrah, ilmu dan iradah.
v Ayat 27
߃̍ãƒur šúïÏ%©!$# tbqãèÎ7­Gtƒ ÏNºuqpk¤9$# br& (#qè=ŠÏÿsC ¸xøŠtB $VJŠÏàtã ÇËÐÈ
o   Ibnu Taimiyyah : Jika seseorang dihinggapi syahwat, maka dia wajib bermujahadah memerangi hawa nafsunya, dan mujahadahnya tersebut hendaklah diiringi dengan niat karena Allah. Diantara bentuk mujahadahnya adalah dengan menyibukkan diri dengan amal ketaatan kepada Allah.
o   Tentang hadits Ibnu Abbas à من عشق فعف وكتم وصبر ثم مات فهو شهيد.
Abu Yahya mengatakan bahwa hadits tersebut perlu diteliti kembali.
Akan tetapi makna yang terkandung dalam hadits tersebut sesuai dengan al-Qur'an, sebab Allah memerintahkan orang yang dihinggapi syahwat untuk bertaqwa dan bersabar.
o   Menyembunyikan penyakit syahwat adalah dengan 2 cara:
1.      Tidak mengadu kecuali hanya kepada Allah.
Namun dibolehkan jika dia mengadukan kepada seseorang dengan tujuan untuk mengobati penyakitnya.
2.      Tidak membicarakan tentang syahwat kepada orang lain.
Karena tatkala seseorang melihat/mendengar/membayangkan tentang syahwat kemudian membicarakannya kepada orang lain maka orang lain dapat terobsesi untuk melakukannya.
v Ayat 36-37
¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ tûïÏ%©!$# tbqè=yö7tƒ tbrâßDù'tƒur šZ$¨Y9$# È@÷ç7ø9$$Î/
Bakhil dapat berupa bakhil harta maupun ilmu, karena bakhil dalam ayat diatas disebut secara umum, berkaitan dengan segala sesuatu yang bermanfaat, baik bagi agama maupun dunia. Sebagaimana ayat ومما رزقناهم ينفقون, bisa berupa nafkah harta maupun ilmu.
Allah mengumpulkan antara sifat sombong, bangga dan bakhil dalam ayat ini. Antonim dari sifat-sifat tersebut adalah taqwa (tawadhu') dan dermawan, dua pondasi inilah yang mencakup din secara umum.
v Ayat 78-79
ö@è% @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã «!$# ( ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# Ÿw tbrߊ%s3tƒ tbqßgs)øÿtƒ $ZVƒÏtn ÇÐÑÈ !$¨B y7t/$|¹r& ô`ÏB 7puZ|¡ym z`ÏJsù «!$# ( !$tBur y7t/$|¹r& `ÏB 7py¥Íhy `ÏJsù y7Å¡øÿ¯R 4 ÇÐÒÈ
Artinya : Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.
o   Allah menyebutkan «!$#z`ÏJsù7puZ|¡ymô`ÏB y7t/$|¹r&!$¨B setelah «!$#ÏZÏãô`ÏiB@@ä. (Semuanya (datang) dari sisi Allah), sebab jika Allah hanya menyebut yang umum saja («!$#ÏZÏãô`ÏiB@@ä.), maka ahli maksiat akan :
-          Menolak untuk mencela diri mereka sendiri, kerena mereka berhujjah dengan ayat ini bahwa semuanya berasal dari Allah.
-          Tidak mau bertaubat dan meminta perlindungan dari kemaksiatan.
-          Pada puncaknya di hati mereka akan muncul hujjah iblis, sebagaimana perkataan orang-orang musyrik ($oYò2uŽõ°r&!$tBª!$#uä!$x©öqs9).
o   Jika yang dipakai hanya salah satu dari dua ayat tersebut, yang satunya dihilangkan, maka tauhid dan iman terhadap taqdir akan hilang, begitu juga harapan hidayah dari Allah akan hilang.
v Kebaikan berasal dari Allah dan keburukan berasal dari menusia, maksudnya :
o   Alhasanah dapat diperoleh seorang muslim baik ibtida'an (bukan karena ketaatannya) maupun jaza'an (sebagai balasan atas ketaatannya). Sedangkan assayyiah disebabkan perbuatan hamba tersebut, banyak ayat yang menjelaskannya.
o   Amal kebaikan merupakan bagian dari ihsan Allah terhadap hamba-Nya.
o   Jika seorang hamba mau merenung maka dia akan mengetahui bahwa sebenarnya keburukan yang menimpanya diakibatkan karena perbuatan dirinya sendiri.
o   Kebaikan disandarkan kepada Allah karena Dia-lah yang menciptakan kebaikan dengan segala i'tibarnya (pelajaran). Dan Allah tidak mendatangkan keburukan kecuali untuk diambil hikmahnya.
o   Ujian Allah terhadap hamba berupa dosa merupakan hukuman Allah baginya karena tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan-Nya.
o   Kebaikan dan nikmat hanya dari Allah, sedangkan kejelekan berasal dari manusia. Maka jika manusia mengetahui bahwa kejelekan itu berasal dari dirinya, dia tidak akan terus melakukan perbuatan dosanya.
Jika ada manusia yang telah mengetahui namun dia tetap mengerjakannya berarti dia mengikuti hawa nafsunya.
v Faidah dari firman Allah bahwa keburukan itu berasal dari diri sendiri:
-          Supaya hamba tidak merasa tenang dengan mengikuti nafsunya.
-          Supaya tidak sibuk mencela orang lain.
-          Agar meminta tolong kepada Allah untuk melaksanakan ketaatan.
Al-Qur'an telah menjelaskan bahwa kejelekan itu berasal dari diri manusia, dan kejelekan paling besar adalah menentang Allah dan menyekutukan-Nya.

!$¨B y7t/$|¹r& ô`ÏB 7puZ|¡ym z`ÏJsù «!$# ( !$tBur y7t/$|¹r& `ÏB 7py¥Íhy `ÏJsù y7Å¡øÿ¯R 4
o   Ayat ini berkaitan dengan perintah jihad. Jika seseorang melaksanakan perintah ini maka dia mendapat kebaikan dari Allah (menang atau syahid), dan jika enggan melaksanakan perintah ini maka dia akan mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.
o   Abul Farraj menyebutkan 3 pendapat tentang ayat ini :
1.      Maksud alhasanah dalam ayat tersebut adalah kemenangan pada perang Badar, dan assayyiah adalah kegagalan pada perang Uhud.
2.      Maksud alhasanah adalah ketaatan, dan assayyiah adalah maksiat.
3.      Maksud alhasanah adalah nikmat, dan assayyiah adalah ujian.
o   Qadariyah : Seluruh perbuatan hamba berasal dari dirinya sendiri, tidak ada ketentuan dari Allah.
v Apakah ayat («!$#ÏZÏãô`ÏiB@@ä.) dengan ayat ((y7Å¡øÿ¯R`ÏJsù7py¥Íhy`ÏB!y7t/$|¹r&$tBur) bertentangan?
Ibnu Taimiyyah : orang yang mengatakan demikian mungkin karena sedikit ilmunya, atau karena kurang mentadabburi dan memahami ayat-ayat Allah.
Allah menyebut bahwa sayyiah itu 7Å¡øÿ¯R`ÏJ  bukan 7ÅZÏã`ÏJ , karena  7Å¡øÿ¯R`ÏJ berarti disebabkan oleh kamu, sedangkan 7ÅZÏã`ÏJ berarti kamu yang membuat kejelekan itu.
v Allah memberi karunia kepada manusia dengan 2 hal yang merupakan pangkal kebahagiaan :
  1. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, sebagaimana hadits Rasulullah yang berbunyi (كل مولود يولد على الفطرة) dan dalam hadits qudsi (خلقت عبادي حنفاء).
  2. Allah memberi hidayah dengan sifat fitrahnya, kitab dan rasul. (al-Alaq : 1-5, ar-Rahman : 1-3, al-A'la : 1-3).
v Kebaikan seorang mukmin : bersyukur dan bersabar
o   Menghadapi ujian kesusahan : dibutuhkan kesabaran dalam menghadapi.
o   Menghadapi ujian kesenangan : dibutuhkan kesabaran untuk tetap berada dalam ketaatan. Ujian kesenangan ini lebih berat daripada ujian kesusahan, sebagaimana perkataan salaf ابتلينا بالضراء فصبرنا وابتلينا بالسراء فلم نصبر.
o   Banyaknya orang miskin yang masuk surga karena fitnah kemiskinan lebih ringan dihadapi daripada fitnah kekayaan.
v Ada golongan yang mengatakan bahwa Allah telah berbuat dhalim terhadap iblis dan orang-orang kafir.
Dijawab dengan firman Allah وما ظلمهم الله ولكن أنفسهم يظلمون dan dalam ayat lain Allah beritahukan  وما ظلمناهم ولكن ظلموا أنفسهم. Lantas, kepada siapa lagi mereka akan lebih percaya dibandingkan dengan ayat Allah?!.
v Tentang hadits لايقضي الله لمؤمن قضاء إلا كان خيرا له, padahal kadang-kadang seorang mukmin berbuat dosa. Bagaimana ini?
Ada 2 jawaban :
1-       Yang dimaksud qadha' dalam hadits tersebut adalah sesuatu yang menimpa manusia (baik nikmat maupun musibah) sebagaimana ayat الحسنة من الله والسيئة من النفس. Dan amal perbuatan hamba tidak termasuk dalam hadits diatas. Karenanya, Rasulullah bersabda : إن أصابته سراء شكر وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له.
2-       Seorang mukmin akan senang dengan amal kebaikannya, kemudian dia bersyukur karenanya. Dan jika dia berbuat dosa (kejelekan) dia akan bertaubat sehingga Allah akan memberi kebaikan padanya dikarenakan taubatnya itu, kemudian dia bersyukur pula dengan hal ini. Namun seadainya dia tidak bertaubat, maka Allah akan menghukumnya dengan ujian-ujian sebagai penghapus dosa-dosanya, jika dia bersabar dengan hukuman Allah tersebut maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Dalam hadits qudsi Allah berfirman :وإن لم يتوبوا فأنا طبيبهم، أبتليه بالمصائب لأكفرنهم المعائب
Dan seorang mukmin itu bukan yang selalu berbuat dosa, tetapi dia senantiasa bertaubat, dan ini juga merupakan bagian kebaikan baginya. Rasulullah saw bersabda :من سرته حسنته وساءته سيئته فهو مؤمن
v ولكن أنفسهم يظلمون , ada dua bentuk kedhaliman terhadap diri sendiri :
1-      Tidak mengamalkan kebaikan.
2-      Berbuat kejelekan, hal ini Allah ciptakan sebagai hukuman bagi mereka yang meninggalkan kebaikan yang telah Allah ciptakan dan Allah perintahkan. (al-An'am : 125, ash-Shaff : 5, al-Lail : 8-10).
v Diantara kebatilan perkataan orang-orang Jahmiyah:
1-      Pahala dan adzab tidak ada hikmah dan keadilannya.
2-      Kami tidak mengetahui apa yang Allah perbuat atas orang yang bermaksiat.
3-      Maksiat tidak bisa terhapus, baik dengan taubat maupun perbuatan baik.
4-      Yang Allah terangkan dalam al-Qur'an dan hadits, bahwa Allah tidak memperlakukan apapun terhadap pelaku maksiat kecuali hanya perbuatan kufur (an-Nisa' : 31).
Perkataan mereka ini bertujuan untuk membantah orang-orang Mu'tazilah.
v Sumber kejelekan adalah beribadah (mengikuti) hawa nafsu dan syetan. Sedangkan sumber kesyirikan adalah mengagungkan orang-orang shaleh.

Surat Al-Maidah
v Surat al-Maidah merupakan surat yang paling banyak memuat bagian-bagian syari'at, seperti : halal, haram, perintah dan larangan.
v Rasulullah bersabda tentang surat ini : هي أخر القرآن نزلاً فأحلوا حلالها وحرموا حرامها
v Ayat 87
Ayat ini turun berkenaan dengan sebagian sahabat yang berlebih-lebihan dalam beribadah; ada diantara mereka yang berkata bahwa dia akan shaum terus tanpa ifthar, ada yang berkata bahwa dia tidak akan menikah, dan ada yang berkata bahwa dia tidak akan pernah makan daging.
Mendengar perkataan-perkataan tersebut, Rasulullah bersabda : Saya shaum dan ifthar, saya juga menikah dan makan daging. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku, dia bukan dari golonganku. Sabda beliau ini sama dengan firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 87.
v Kafarah bagi yang mengharamkan sesuatu yang halal à al-Maidah : 89.
v Ayat 41
Ada yang berpendapat bahwa huruf lam pada ayat diatas bermakna supaya, maka maksud ayat tersebut adalah يسمعون ليكذبوا ويسمعون لينقلوا إلى قوم آخرين. Dengan demikian mereka berperan sebagai jasus (intel).
Namun yang benar, lam tersebut merupakan lam ta'diyah, seperti lam yang terdapat pada lafadz سمع الله لمن حمده, termasuk dalam makna Allah mendengar adalah Allah menerima. Dengan demikian, maksud ayat diatas adalah mereka menerima kebohongan dan mendengarnya dari kaum lain yang belum pernah datang kepadamu, kemudian mereka mengikutinya. Ini merupakan celaan bagi mereka dikarenakan mereka menerima berita bohong dan mengikuti orang-orang kafir.
v Ayat 60
(وعبد الطاغوت) : fi'il madhi ini bersambung dengan fi'il-fi'il sebelumnya (لعن، غضب،جعل), akan tetapi untuk (لعن، غضب،جعل) fi'ilnya adalah Allah, sedangkan kalimat (وعبد الطاغوت) fi'ilnya adalah manusia.
Kata من tidak diulang lagi dalam fi'il-fi'il selanjutnya (hanya disebut dalam fi'il من لعنه) karena fi'il-fi'il ini diperuntukkan bagi satu golongan saja, yaitu Yahudi.
v Sebagian ahlu bid'ah beranggapan bahwa seseorang tidak mungkin menempuh jalan menuju Allah kalau tidak dengan berbuat bid'ah. Artinya, bid'ah merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari ketika seseorang ingin mendekat kepada Allah.
o   Sebagian ahlu maksiat juga beranggapan bahwa seseorang tidak mungkin bisa melaksanakan kewajiban kecuali karena dia telah bermaksiat, dan tidak mungkin pula seseorang dapat meninggalkan maksiat kecuali dia telah melakukannya.
o   Sebagian manusia juga berkata bahwa seseorang tidak mungkin dapat melaksanakan shalat dan menjauhi perkara haram (ghibah dll), kecuali dengan mengkonsumsi obat-obat narkotika. Sebagian lain mengatakan bahwa mengkonsumsi narkotika dapat membantu seseorang dalam menyimpulkan ilmu dan membuat fikiran menjadi fresh.
o   Yang lain mengatakan bahwa kecintaan terhadap Allah belum sempurna jika belum mendengar kasidah dan lagu-lagu serta menyaksikan gerakan anak-anak kecil. Mereka menganggap bahwa menikmati lagu dan menyaksikan gerakan anak kecil dapat mendorong seseorang untuk berlaku zuhud. Mereka meyakini bahwa tanpa hal-hal demikian, dapat menyebabkan mereka meninggalkan shalat dan melakukan dosa besar dikarenakan tidak ada pengalihan. Mereka berkata, "Metode ini diterapkan bagi yang dahulunya melakukan dosa-dosa besar seperti merampok, membunuh dan berzina, kemudian bertaubat".
v Ada seseorang yang hanya dapat melakukan perintah Allah dengan melakukan sesuatu yang dilarang. Tanpa sesuatu tersebut dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Jawabannya ada 3 point :
1-      Larangan syar'i itu ada yang mutlak tidak boleh dikerjakan dalam kondisi apapun, seperti; syirik, fahisyah, berkata tentang Allah tanpa ilmu, dan dhalim (al-A'raf : 33).
2-      Dan ada larangan yang boleh dilakukan dalam kondisi darurat.
3-      Harus dibedakan antara sesuatu yang diperintahkan dan dibolehkan dengan sesuatu yang tidak ada larangannya.
Maka, orang yang mengira bahwa kemungkarannya dapat memudahkannya untuk melaksanakan perintah dia tidak boleh menghalalkan kemungkaran tersebut, karena sesungguhnya kemungkaran itu tidak membantu untuk melaksanakan ketaatan tetapi menjerumuskan kepada kerusakan.
Perbuatan dosa dapat menjadi maslahat dengan taubatnya sang pelaku, karena terkadang seseorang menjadi sombong dikarenakan dia merasa tidak pernah berbuat dosa.
v Ayat 105
o   Tidak boleh meninggalkan amar ma'ruf nahy mungkar.
o   Abu Bakar berkata, "Wahai manusia, kalian membaca ayat ini akan tetapi kalian mempraktekkannya tidak pada tempatnya. Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah bersabda : "Jika manusia melihat kemungkaran kemudian tidak merubahnya atau ragu-ragu terhadapnya, maka Allah akan meratakan adzab-Nya kepada mereka semua".
o   Faidah dari ayat ini :
1-      Orang mukmin tidak boleh takut terhadap orang kafir dan munafik.
2-      Tidak dibolehkan sedih terhadap mereka, karena jika mereka bertaubat maka kemaksiatan mereka tidak akan memberi madharat (an-Nahl : 127).
3-      Tidak boleh condong dan tunduk terhadap mereka, dan tidak boleh silau dengan kekuasaan  dan harta mereka (al-Hijr : 88).
4-      Hendaklah tidak melampaui batas dalam membenci, mencela, menghajr dan menghukum mereka, tetapi katakanlah عليك نفسك لايضرك من ضل إذا اهتديت. (al-Maidah : 8, al-Baqarah : 190 dan 193).
5-      Memerintah dan melarang sesuai dengan yang disyari'atkan, yaitu dengan ilmu, kasih sayang, sabar dan niat yang baik.

Surat Al An'am
v Ayat 2 :
ثم قضى أجلا , maksud ajal disini adalah umur.
أجل مسمى, maksud ajal disini adalah kiamat.
Disebutkan مسمى عنده karena waktunya hanya Allah yang mengetahui (al-A'raf : 187). Berbeda jika disebut مسمى saja (tanpa عنده), seperti dalam surat al-Baqarah : 282, jika musamma tidak dikaitkan dengan 'indahu maka waktunya masih bisa diketahui manusia.

v Ajal maut diketahui oleh malaikat pencatat rizki, ajal, amal, kebaikan dan keburukan hamba. Hal ini sebagaimana mafhum hadits Ibnu Mas'ud.
v Sebagian orang mengatakan bahwa maksud diperpanjang umur adalah barakahnya umur, dengan umur yang pendek dia dapat mengerjakan suatu pekerjaan yang sewajarnya diselesaikan dalam waktu yang panjang. Mereka mengatakan bahwa maksud dipanjangkan umur bukan ditambah jatah umur, karena umur sudah ditentukan sebelum manusia dilahirkan.
Jawaban : Allah telah menentukan ajal manusia di lembaran malaikat, jika seseorang menyambung silaturahmi maka ajalnya yang tertulis dalam lembaran tersebut akan ditambah, dan jika dia melakukan amal yang menyebabkan terkurangnya umur maka jatah umur akan dikurangi. Hadits riwayat Tirmidzi dapat dijadikan pandangan dalam masalah ini, dalam hadits tersebut dikisahkan bahwa Adam memberikan jatah umurnya 60 tahun kepada nabi Daud.
 Olèh : Sâìfũl Hǻq

Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun".

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls